Senin, 07 Desember 2015

Berkenalan Dengan Filsafat Dakwah



Kenalan Baru

Berawal dari tak mengenal, kini semakin akrab. Dari yang tak pernah tahu, kini menjadi mengerti. Pak Abdul Basit, pengampu mata kuliah Filsafat Dakwah. Yang kukenal di semester tiga. Sosoknya yang selalu berpenampilan  rapi, disiplin dan lumayan humoris. Ketika menerangkan materi, cara menjelaskannya itu enak didengar telinga. Kata-kata yang digunakan komunikatif, sehingga mudah dipahami.
Namun ada sisi lain, mungkin ini lebih spesifik untuk personal, lebih tepatnya ditujukan penulis mungkin. Suara yang terdengar ketika Beliau menerangkan terasa lembut di telinga. Ketukan ritme suaranya Beliau ketika menjelaskan terdengar teratur, tidak menggebu-gebu. Maka tak heran, bila penulis lebih sering mengantuk ketika mengikuti perkuliahan Beliau. Terlagi, jadwal kuliah di awal waktu. Jam tujuh pagi. Bagi penulis, yang notabene selain menjadi mahasiswa tetapi juga seorang santriwati, maka perkuliahan di awal waktu terasa sangat tidak efektif. Mengapa ? ya karena, di awal ataupun di akhir waktu merupakan jam-jam genting. Memang, bukan karena status seseorang itu siapa, melainkan niat yang menjadi hal utama.
Namun mau bagaimana lagi, meski dalam hati sudah diniatkan sungguh-sungguh agar bisa mengikuti perkuliahan dengan lancar. Terkadang panggilan alam tidak kuasa untuk dilawan. Rasa kantuk di pagi hari mampu mengalahkan niat yang sudah dimantapkan. Usai memperbincangkan antara kantuk dan niat.
Kini penulis akan sedikit share pengalaman perihal ilmu yang didapatkan selama perkuliahan di semester tiga. Khususnya, mata kuliah Filsafat Dakwah. Bagi penulis yang masih awam, dan pengetahuannya masih sedikit. Sehingga terus semangat mencari ilmu.
Kata filsafat, pertama kali mendengarnya, maka yang terbersit dalam pemikiran penulis adalah para filsuf. Iya, tepat sekali, ternyata filsafat dengan filsuf itu memiliki hubungan. Filsuf itu sendiri adalah sebutan untuk orang-orang yang berfilsafat. Sedangkan, filafat sendiri berasal dari bahasa Yunani ”philosophia” yang berasal dari kata “philo” dan “shopia”. “Philo” berarti cinta dan “shopia” berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Bagi sebagian besar orang, memaknai filsafat sebagai pengetahuan yang hanya berada pada alam pikiran dan permainan bahasa yang jauh dari realitas kehidupan sehari-hari.(Abdul Basit, 2013: 1).
Maka tidak dipungkiri, banyak orang yang tidak suka ribet-ribet untuk berfilsafat. Padahal kalau kita tinjau lebih mendalam lagi. Ilmu filsafat sangat dekat bahkan mungkin menjadi bagian dalam kehidupan manusia. Mengapa demikian, karena sejatinya, setiap manusia yang hidup di atas muka bumi ini pasti dihadapkan dengan masalah kehidupan. Dari setiap permasalahan yang ada, maka dibutuhkan adanya penyelesaian. Masalah hadir bukan untuk di hindari, melainkan harus dihadapi. Mencari jalan keluar untuk menyelesaikannya.
Teringat ketika di sela-sela perkuliahan, Pak Abdul Basit memberikan game, ada beberapa macam game seru, dan butuh usaha keras bagi otak untuk memecahkan game yang diberikan. Gamenya ada yang dalam bentuk angka, ada juga yang berbentuk gambar. Kelihatannya memang sederhana, namun sejatinya tersirat dan tersimpan makna pembelajaran yang sangat bermanfaat. Mulai dari ketelitian, fokus, hingga pantang menyerah untuk terus mencoba.
Pembelajaran penting yang selalu penulis ingat yaitu makna “Out of the Box”. Sederhana memang kata-katanya. Namun arti yang terkandung sungguh luar biasa. Kata tersebut berarti keluar dari kotak/ruangan. Maknanya, ketika kita sebagai manusia, dalam berpikir. Seyogyanya mampu untuk keluar dari cara berpikir pada umumnya.
Bila diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka setiap manusia akan berpikir lebih dan mampu untuk berpikir di luar pemikiran pada umumnya. Dalam arti, manusia dituntut untuk bisa berfikir lebih keras dari sekup pemikiran manusia pada tingkat biasanya. Tidak hanya dalam berpikir tetapi juga dalam bertindak. Ketika manusia mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, maka setiap permasalahan, baik mulai dari yang kecil hingga besar bisa diatasi/ditemukan jalan keluarnya.
Selain dengan game, pembelajaran perkuliahan melalui diskusi. Menurut penulis yang merasakan manfaatnya, melalui diskusi jauh lebih mengena, karena dituntut berpikir kritis dan mendewasakan. Banyak pembelajaran yang didapatkan dari kegiatan diskusi. Yang pasti ilmu yang bermanfaat. Preview pengalaman penulis selama perkuliahan Filsafat Dakwah terasa menyenangkan dan berkesan. Banyak ilmu yang didapatkan. Untuk Pak Abdul Basit khususnya, penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya, atas semua pembelajaran selama perkuliahan. Dan memohon maaf atas segala kekhilafan. Mengenalmu, membuatku tahu. Mengenalmu, menjadi salah satu bagian dosen favorit –penulis-.    


FILSAFAT DAKWAH 
Menyenangkan untuk dipelajari. Ayo, semangat mencari ilmu kawan-kawan. 
Salam Sukses